Minggu, 09 November 2014

PEMBELAJARAN OBSERVASI



BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Belajar merupakan suatu proses yang kompleks yang salah satunya ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku, bersifat relatif permanen, dan prosesnya ditandai dengan adanya interaksi dengan lingkungan sekitar antara pebelajar baik lingkungan alam maupun lingkungan sosial budayanya. Berkaitan dengan hasil dari belajar yang dialami salah satu teori belajar yang sering diterapkan dalam dunia pendidikan yakni teori belajar behavioristik.
Pengetahuan mengalami perkembangan dari waktu ke waktu, begitupun halnya dengan pendidikan. Manusia memperoleh pengetahuan dari berbagai sumber antara lain pengalaman pribadi, pendapat ahli, tradisi, intuisi, penalaran, dan keyakinannya. Dari penjelasan ini pengetahuan merupakan segala sesuatu yang ditangkap oleh manusia mengenai obyek sebagai hasil dari proses mengetahui baik melalui indera maupun melalui akal.
Perkembangan pengetahuan sejalan dengan perkembangan berbagai teori belajar, karena pengetahuan salah satunya diperoleh melalui belajar sehingga tidak mustahil jika bermunculan teori-teori belajar antara lain teori belajar kognitivisme, humanistik, behaviorisme, dan lain-lain yang memiliki kelemahan dan kelebihan masing-masing.
Mencermati berbagai teori-teori belajar dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Salah satu teori belajar yang adalah teori belajar sosial (social learning theory) dari Albert Bandura (1986) yang menjelaskan hubungan timbal balik yang saling berkesinambungan antara kognitif, perilaku, dan lingkungan. Berdasarkan teori ini, kondisi lingkungan sekitar kita sangat berpengaruh terhadap perilaku kita. Lingkungan kiranya memberikan posisi yang besar dalam kehidupan sosial kita sehari-hari. Lingkungan dapat pula membentuk kepribadian kita.
Teori belajar sosial ini akhirnya melatarbelakangi pembelajaran observasional (observational learning) yang intinya adalah bahwa sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara selektif dan mengingat tingkah laku orang lain. Inti dari teori pembelajaran ini adalah pemodelan (modelling), dan permodelan ini merupakan salah satu langkah paling penting dalam pembelajaran terpadu.

B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, kami mengambil beberapa rumusan masalah diantaranya:
1.        Bagaimana pengertian pembelajaran observasional (observational learning)?
2.        Bagaimana konsep teori peniruan dalam pembelajaran observasional?
3.        Bagaimana proses pembelajaran observasional?
4.        Bagaimana konsep pengaturan diri (Self Regulation) dalam pembelajaran observasional?
5.        Bagaimana belajar vicarious dalam pembelajaran observasional?
6.        Bagaimana teori belajar yang melandasi pembelajaran observasional?
7.        Bagaimana kelebihan dan kekurangan pembelajaran observasional?

C.      Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, kami mengambil beberapa tujuan penulisan diantaranya:
1.        Untuk mengetahui pengertian pembelajaran observasional (observational learning).
2.        Untuk mengetahui konsep teori peniruan dalam pembelajaran observasional.
3.        Untuk mengetahui proses pembelajaran observasional.
4.        Untuk mengetahui konsep pengaturan diri (Self Regulation) dalam pembelajaran observasional.
5.        Untuk mengetahui belajar vicarious dalam pembelajaran observasional.
6.        Untuk mengetahui teori belajar yang melandasi pembelajaran observasional.
7.        Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan pembelajaran observasional.



D.      Manfaat Penulisan
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, beberapa manfaat dari penulisan makalah ini diantaranya adalah:
1.        Sebagai bahan bacaan baik mahasiswa, guru, maupun orang lain yang peduli terhadap dinamika permasalahan kehidupan khusunya pengembangan pendidikan dalam pembelajaran.
2.        Sebagai bahan rujukan bagi calon peneliti untuk memilih dan membuat skenario pembelajaran yang cocok dilakukan pada saat di kelas.
3.        Sebagai referensi baik mahasiswa, guru, maupun orang lain untuk memperkaya khasanah pengetahuannya.




















BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pembelajaran Observasional
Menurut Uno (2005) istilah Observational Learning (pembelajaran observasional) kadang disinonimkan dengan learning trough imitation (belajar dengan peniruan). Imitasi adalah peniruan perilaku yakni meniru perilaku seseorang dimana perilaku yang ditiru tersebut merupakan suatu pola tertentu. Tokoh utama teori ini adalah Albert Bandura yang memandang tingkah laku manusia bukan semata-mata refleks otomatis dari stimulus melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif manusia itu sendiri.
Sedangkan menurut woolfolk (dalam Uno, 2005) observational learning adalah belajar dengan mengamati dan meniru orang lain (learning by observation and imitation of others). Dimana seseorang akan mengamati kemudian meniru perilaku orang lain yang dianggapnya baik (model) yang akhirnya akan membentuk perubahan perilaku dan kepribadian orang tersebut.
Belajar observasional mungkin menggunakan imitasi atau mungkin juga tidak. Misalnya pada saat mengendarai mobil di jalan Anda mungkin melihat mobil di depan Anda menabrak tiang, dan berdasarkan observasi ini Anda mungkin akan berbelok untuk menghindarinya agar tidak ikut menabrak. Apa yang Anda pelajari, menurut Bandura adalah informasi yang diproses secara kognitif dan Anda bertindak berdasarkan informasi ini demi kebaikan diri Anda. Jadi belajar observasional lebih kompleks dibandingkan imitasi sederhana yang hanya berupa menirukan tindakan orang lain.
B.       Konsep Teori Peniruan  dalam Pembelajaran Observasional
Ada dua pelaku utama dalam observational learning yakni pengamat (observer) dan orang yang ditiru (model). Model adalah apa saja yang menyampaikan informasi, seperti orang, film, televisi, pameran, gambar, dan instruksi. Belajar dengan mengamati perilaku model memainkan peranan penting sebagai karakteristik dari teori belajar kognitif sosial. Dalam proses ini seseorang mengalami proses belajar yang muncul sebagai fungsi dari pengamatan, penguasaan dan, dalam kasus proses belajar imitasi, peniruan perilaku orang lain. Jenis belajar ini banyak diasosiasikan dengan penelitian Albert Bandura.
Perilaku peniruan manusia terjadi karena manusia merasa telah memperoleh tambahan ketika kita meniru orang lain. Menurut Bandura, sebagian besar tingkah laku manusia dipelajari melalui peniruan maupun penyajian. Dalam hal ini orang tua dan guru memainkan peranan penting sebagai seorang model atau tokoh bagi anak-anak untuk menirukan tingkah lakunya.
1.        Dua puluh tahun berikutnya, Albert Bandura dan Richard Walters (1959, 1963) telah melakukan eksperimen pada anak–anak yang juga berkenaan dengan peniruan. Hasil eksperimen mereka mendapati, bahwa peniruan dapat berlaku hanya melalui pengamatan terhadap perilaku model (orang yang ditiru) meskipun pengamatan itu tidak dilakukan terus menerus. Proses belajar semacam ini disebut “observational learning” atau pembelajaran melalui pengamatan. Untuk menjadi model diperlukan konsekuensi yang dapat diterima oleh pengamat, hal ini menyangkut karakteristik atau atribut dari orang yang dijadikan model. Makin mirip karakteristik seorang model denga pengamatnya maka makin besar kemungkinan bahwa tindakannya akan memberikan hasil untuk ditiru dan dilakukan oleh pengamat. Akan tetapi apabila model memiliki status, kompetensi, dan kekuasaan lebih tinggi dari pengamat akan memberikan hasil peniruan yang kurang. Dalam hal ini bilai fungsional berdasarkan penampilan fisik dan kemampuan model akan menyebabkan pengamat meniru dan mencontoh dari perilaku sang model tersebut. Berikut disajikan beberapa kombinasi dari status model dan konsekuensi seorang model terhadap peniruan.

Status Model
Konsekuensi
Kemungkinan untuk Ditiru
Lebih tinggi dari pengamat
Tidak teramati
Cukup tinggi
Sama dengan pengamat
Positif
Cukup tinggi
Sama dengan pengamat
Negatif
Peniruan segera berhenti
Lebih rendah dari pengamat
Apapun
Hanya sedikit pengaruhnya

Adapun jenis–jenis peniruan diantaranya:
1.        Peniruan Langsung
Peniruan langsung dikembangkan berdasarkan teori pembelajaran sosial Albert Bandura. Ciri khas pembelajaran ini adalah adanya modeling, yaitu suatu fase dimana seseorang memodelkan atau mencontohkan sesuatu melalui demonstrasi bagaimana suatu ketrampilan itu dilakukan. Meniru tingkah laku yang ditunjukkan oleh model melalui proses perhatian. Contoh: Meniru gaya penyanyi yang disukai
2.        Peniruan Tak Langsung
Peniruan Tak Langsung adalah melalui imaginasi atau perhatian secara tidak langsung. Contoh: Meniru watak yang dibaca dalam buku, memperhatikan seorang guru mengajarkan rekannya.
3.        Peniruan Gabungan
Peniruan jenis ini adalah dengan cara menggabungkan tingkah laku yang berlainan yaitu peniruan langsung dan tidak langsung. Contoh: Pelajar meniru gaya gurunya melukis dan cara mewarnai dari buku yang dibacanya.
4.        Peniruan Sesaat / seketika.
Tingkah laku yang ditiru hanya sesuai untuk situasi tertentu saja. Contoh: Meniru Gaya Pakaian di TV, tetapi tidak boleh dipakai di sekolah.
5.        Peniruan Berkelanjutan
Tingkah laku yang ditiru boleh ditonjolkan dalam situasi apapun. Contoh : Pelajar meniru gaya bahasa gurunya.
Menurut Bandura (1986) ada lima hal yang dapat dipelajari seseorang sebagai pengamatan terhadap model, yaitu sebagai berikut:
1.        Pengamat dapat mempelajari keterampilan kognitif, afektif, dan psikomotor yang baru dengan cara memperhatikan (attention) bagaimana orang tersebut melakukan hal tersebut. Misalnya seorang anak yang memperhatikan gurunya dalam menyelesaikan soal mencari kemolaran suatu larutan NaCl sebanyak 2 mol dalam 500 ml larutan, seorang anak memperhatikan gurunya pada saat menggerak-gerakkan Erlenmeyer pada titrasi larutan
2.        Pengamatan terhadap model dapat menguatkan atau melemahkan berbagai halangan untuk pengamat melakukan perilaku yang sama. Dengan kata lain, pengamat belajar apa yang boleh dan tidak boleh ia lakukan. Jika ia memperhatikan seorang model melakukan sesuatu perilaku, pengamat dapat menentukan:
a.         Apakah ia memilih kemampuan untuk melakukan perilaku tersebut
b.         Apakah model tersebut mendapat hadiah (reward) atau sanksi stetelah memperagakan hal tersebut, atau
c.         Apakah pengamat akan mengalami konsekuensi yang sama apabila ia memperagakan perilaku yang sama
Jika seseorang pengamat menentukan untuk tidak memperagakan suatu perilaku setelah melihat seseorang model menderita konsekuensi negatif setelah melakukan hal yang sama maka dampak peniruan yang seperti ini disebut pencegahan (inhibitor). Akan tetapi dapat saja terjadi bahwa pengamat yang sama menjadi lebih berani melakukan hal di atas setelah ia melihat model yang sama melakukan hal itu tanpa mengalami konsekuensi yang tidak menyenangkan. Contohnya pada saat ujian siswa menuliskan rumus senyawa asam sulfat dengan cara H2SO4 kemudian disalahkan oleh gurunya kemudian ia melihat temannya menulis asam sulfat dengan cara H2SO4 maka kemudian siswa pertama akan menuliskan asam sulfat seperti temannya yang kedua jika pada saat ujian ada soal yang serupa.
3.        Para model dapat pula bertindak sebagai penganjur umum (social prompts) atau pendorong bagi para pengamat. Dengan perkataan lain para pengamat dapat belajar apa keuntungan dari melakukan suatu perbuatan. Ini terutama untuk perbuatan-perbuatan yang bermanfaat. Contohnya ketua OSIS menganjurkan agar siswa tidak membudayakan lagi senior yang mem-bully juniornya, maka kemungkinan siswa lain akan mencontoh perilakunya.
4.        Dengan memperhatikan model, pengamat dapat belajar bagaimana memanfaatkan lingkungan sekitar serta benda-benda yang ada di dalamnya. Contohnya siswa yang ingin mempelajari rantai hidrokarbon, siswa mungkin tidak terpikir untuk membuat rantai hidrokarbon dengan menggunakan batang bambu dan biji-bijian yang ada disekitarnya sebelum melihat orang lain melakukan hal yang sama.
5.        Melihat model mengekspresikan reaksi-reaksi emosional dapat membangkitkan rangsangan pengamat untuk mengekspresikan reaksi emosional yang sama. Contohnya pada saat guru mengajar dengan murung maka kemungkinan siswa yang melihat gurunya ini akan murung juga dan sebaliknya guru yang semangat dan ceria maka siswa yang diajar juga akan semangat dan ceria.

C.      Proses Pembelajaran Observasional
Adapun proses berlangsungnya observation learning terjadi dalam dua tahap (Bandura dalam Uno,2005) yaitu:
1.        Proses akuisisi yakni mendapatkan suatu perilaku, dan
2.        Proses performance yaitu dapat atau tidaknya menampilkan perilaku yang telah diamati
Proses akuisisi memiliki tiga komponen yang dapat digambarkan sebagai berikut:
Selective
attention
Coding
Retention
Model (input)
Step 1
Step 1
Step 1

Tahap-tahap tersebut sesuai dengan yang dipaparkan oleh Bell Gredler (1994) yang menyatakan bahwa individu belajar memperoleh tingkah laku baru dengan jalan mengamati model dan melakukan tindakan sendiri. Proses kognitif ini mengabstraksikan informasi dari berbagai tingkah laku hasil amatan kemudian disimpan dalam memori dan kemudian dapat ditampilkan dalam situasi yang lain.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses pembelajaran dengan pengamatan terhadap model, yaitu:
1.        Memberikan perhatian (Attention)
Sebagai pengamat orang tidak dapat belajar melalui observasi kecuali jika ia memperhatikan kegiatan-kegiatan yang diperagakan oleh model kemudian ia benar-benar memahaminya. Ini tergantung pada seberapa sederhana dan mencolok perilaku yang diperagakan itu. Perilaku yang lebih sederhana dan lebih mencolok akan lebih mudah diperhatikan daripada yang tidak jelas. Selain itu ini juga tergantung apakah si pengamat siap untuk memperhatikan perilaku-perilaku yang diperagakan itu, teritama ketika banyak hal lain yang seolah-olah berebut untuk mendapatkan perhatian si pengamat.
Proses memperhatikan model ini tergantung sebagian kepada relevansi perilaku tersebut di mata si pengamat. Misalnya saat seorang calon guru harus praktik mengajar. Sebelum praktik biasanya ia diajibkan memperhatikan saat guru kelas tempatnya berpraktik tersebut mengajar. Saat calon guru ini bertindak sebagai pengamat ia memperhatikan guru kelas yang bertindak sebagai model, mingkin ia akan memperhatikan perilaku yang kurang penting karena sepanjang saat yang sama ada banyak perilaku mengajar yang diperagakan oleh guru kelas tersebut. Akan tetapi mungkin memberi perhatian pada semua perilaku guru tersebut jauh lebih banyak daripada murid-murid yang diajar oleh sang guru karena mengganggap bahwa semua perilaku guru tersebut akan sangat relevan bagi kariernya sebagai seorang guru nantinya.
Dalam kelas, guru akan memperoleh perhatian dari para siswa jika guru menyajikan isyarat-isyarat yang jelas dan menarik (misalnya dengan berkata: “Nah perhatikan bagaimana Ibu menyatakan jumlah atom pada saat sebelum dan setelah reaksi berlangsung”). Perhatian siswa juga akan diperoleh dengan menggunakan hal-hal yang baru, aneh, atau tidak terduga dan dengan memotivasi siswa agar menaruh perhatian (misalnya dengan berkata, “Dengarkan dan perhatikan baik-baik karena ini akan muncul dalam ujian pekan depan”)
Proses memberi perhatian juga tergantung pada kegiatan apa dan siapa modelnya yang bersedia untuk diamati. Sebagai contoh seseorang akan lebih memperhatikan dan meniru tindakan kasar dan agresif jika selalu dikelilingi oleh tindakan yang demikian daripada jika sifat agresif jarang dijimpai dalam lingkungannya. Doronthy Law Nolte dalam Rahmat (1998) mengatakan bahwa jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki, jika ia dibesarkan dengan permusuhan, maka ia belajar berkelahi.
Perilaku yang diamati tersebut harus menghasilkan dampak yang dapat ditangkap oleh panca indera. Tindakan-tindakan yang tidak memiliki nilai yang bermanfaat (functional value), yang tidak menimbulkan hasil yang nyata atau berguna untuk berurusan  dengan lingkungan sekitar, biasanya akan diabaikan. Umumnya orang hanya memberi sedikit sekali perhatian terhadap apa yang dilihatnya setiap hari terutama jika mereka berpendapat bahwa hal-hal tersebut tidak memiliki manfaat yang nyata.
Penerapan teori kognitif sosial dalam proses pembelajaran di sekolah untuk mendapatkan perhatian siswa pada proses pembelajaran dari model para guru sebaiknya mengusahakan beberapa hal berikut:
a.         Menekankan bagian-bagian penting dari perilaku yang akan dipelajari untuk memusatkan perhatian siswa
b.        Membagi kegiatan yang besar menjadi bagian-bagian yang lebih kecil
c.         Memperjelas keterampilan-keterampilan yang menjadi komponen suatu perilaku
d.        Memberi kesempatan kepada siswa untuk mempraktikkan hasil pengamatan mereka begitu mereka selesai suatu topik
2.        Model yang menarik (Attractive Model)
Seperti yang biasa kita tahu bahwa iklan di televisi maupun di media di desain sehingga dapat menarik perhatian. Televisi maupun film merupakan salah satu sarana untuk menarik perhatian (attention getting device) yang sangat efektif untuk tujuan modeling perilaku.
Sebagai contoh untuk membantu mengurangi atau mencegah perkelahian anatar siswa mungkin dapat dilakukan pada iklan layanan masyarakat di televisi yang dibintangi oleh tokoh-tokoh yang disukai para remaja. Tokoh tersebut berusaha menganjurkan agar para siswa tidak berkelahi.
3.        Menyimpan dalam ingatan (Retention)
Belajar observasional terjadi berdasarkan kontiguitas. Dua kejadian contiguous yang diperlukan adalah perhatian pada penampilan model dan penyajian simbolik dalam penampilan itu dalam memori jangka panjang. Bandura mengemukakan bahwa peranan kata-kata, nama-nama, atau bayangan yang kuat yang dikaitkan dengan kegiatan yang dimodelkan dalam mempelajari dan mengingat perilaku sangatlah penting.
Setelah perilaku diamati, pengamat harus dapat mengingat apa yang telah dilihatnya. Hal ini bisa dilakukan dengan cara memberi kode dari informasi yang telah didapatkannya menjadi bentuk gambar mental (mental picture) atau menjadi simbol-simbol verbal yang kemudian disimpan dalam ingatannya. Akan sangat membantu apabila kegiatan yang akan ditiru segera diulang atau dipraktikkan setelah pengamatan selesai. Dalam mempraktikkan perilaku dapat dilakukan secara fisik tetapi dapat juga dilakukan secara kognitif yaitu dengan membayangkan atau memvisualisasikan perilaku tersebut dalam pikirannya.
4.        Produksi (Production)
Dalam fase ini, bayangan atau kode-kode simbolik verbal dalam memori membimbing penampilan yang sebenarnya dari perilaku yang baru diperoleh. Fase produksi mengizinkan model atau instruktur melihat apakah komponen suatu urutan perilaku telah dikuasai oleh yang belajar atau ada kalanya hanya sebagian dari suatu urutan perilaku yang diberi kode yang benar dimiliki. Sehingga kekurangan penampilan hanya dapat diketahui apabila siswa-siswa diminta untuk menampilkan, itulah mengapa fase produksi diperlukan.
Adanya umpan balik yang bersifat memeperbaiki untuk membentuk perilaku yang diinginkan sangatlah penting. Umpan balik ini dapat berupa penguatan (reinforcement) maupun hukuman (punishment). Umpan balik ini bukan hanya dapat ditujukan pada aspek-aspek yang benar dalam penampilan tetapi yang lebih penting ialah ditujukan pada aspek-aspek yang salah pada penampilan sehingga dapat memberitahu siswa tentang respons yang tidak tepat sebelum berkembang menjadi kebiasaan yang tidak diinginkan. Umpan balik seperti ini jangan dianggap sebagai hukuman sehingga umpan balik yang sedini mungkin dalam fase reproduksi merupakan variabel penting dalam perkembangan penampilan keterampilan pada yang diajarkan.
5.        Motivasi (Motivation)
Pembelajaran melalui pengamatan menjadi efektif apabila pengamat memiliki motivasi yang tinggi untuk dapat melakukan tingkah laku modelnya. Pemerhatian mungkin memudahkan orang lain untuk menguasai tingkah laku tertentu, namun jika motivasi untuk itu tidak ada maka proses perubahan tingkah laku tidak ada.

D.      Konsep Pengaturan Diri Sendiri (Self Regulation) dalam Pembelajaran Observasional
Dalam belajar observasional terdapat suatu konsep penting yaitu pengaturan diri sendiri (self regulation). Bandura berhipotesis bahwa manusia mengamati perilakunya sendiri, mempertimbangkan perilaku itu terhadap kriteria yang disusunnya sendiri, kemudian memberi reinforcement atau hukuman pada dirinya sendiri. Seorang siswa mungkin sudah sangat gembira bila mendapatkan nilai 90 dari suatu tes namun siswa lain mungkin masih merasa kecewa.
Respon-respon kognitif kita terhadap perilaku diri kita sendiri mengizinkan kita untuk mengatur diri kita sendiri. Dengan mengamati, kita mengumpulkan data-data tentang respons-respons kita. Melalui standar-standar penampilan yang telah diinternalisasi yang kerap kali dipelajari melalui observasi, kita pertimbangkan perilaku kita. Dengan memberi hadiah atau hukuman kita dapat mengendalikan perilaku diri kita sendiri secara efektif, kita tidak perlu dikendalikan oleh kekuatan lingkungan atau keinginan yang datang dari dalam. Kita dapat belajar menjadi manusia sosial yang berkepribadian sehingga kita dapat menjadi guru maupun siswa yang lebih baik.
Berdasarkan perspektif teori kognitif sosial, kebanyakan perilaku individu dikendalikan oleh pemantapan yang diberikan pada dirinya sendiri (self imposed reinforcement). Reaksi diri terhadap keberhasilan atau kegagalan mencapai standar yang ditetapkan disebut sebagai pengaturan diri (self regulation). Hal ini ditegaskan oleh Bandura (1996) proses pengaturan diri terhadap perilaku terbagi atas tiga komponen proses yaitu:
1.        Observasi diri (self observation)
2.        Penilaian (judgmental), dan
3.        Reaksi diri (self response)

E.       Belajar Vicarious dalam Pembelajaran Observasional
Sebagian besar belajar observasional termotivasi oleh harapan bahwa meniru model akan menuju pada reinforcement. Akan tetapi ada orang yang belajar dengan melihat orang diberi reinforcement atau dihukum waktu terlibat dalam perilaku-perilaku tertentu. Inilah yang disebut “Vicarious” yakni pembelajaran yang berlangsung melalui pengamatan yang dapat terjadi melalui kondisi yang dialami orang lain.
Guru-guru dalam kelas selalu menggunakan prinsip belajar vicarious. Bila seorang siswa berkelakuan baik atau melakukan pekerjaan dengan baik maka guru akan memuji anak tersebut sehingga anak yang tidak mengerjakan pekerjaan mereka dengan baik akan kembali bekerja dengan baik karena melihat teman mereka memperoleh reinforcement berupa pujian ketika mereka melakukan pekerjaan yang baik.
Seperti yang telah dikatakan bahwa pengamatan terhadap perilaku yang diperagakan oleh model akan mendorong pengamat akan meniru perilaku tersebut. Pilihan untuk meniru suatu perilaku yang diperagakan oleh model sering tergantung pada apakah pengamat melihat sang model mendapat reinforcement berupa reward, punishment, motivation, emotion setelah memperagakan suatu model.
2.        Vicarious reinforcement (reward)
Hasil riset menunjukkan bahwa dampak pemodelan yang mendapat penguatan berupa reward ternyata lebih efektif daripada sekedar modeling saja tanpa suatu penghargaan apapun. Efek dari vicarious reinforcement ini sangat memainkan peranan penting pada situasi-situasi dimana cukup sulit untuk menilai kualitas dari suatu perilaku. Contohnya siswa melihat temannya dipuji saat berpakaian rapi, maka karena ingin dipuji juga maka siswa tersebut mengikuti siswa yang berpakaian rapi juga.
3.        Vicarious punishment
Apabila para model melakukan tindakan yang berkonsekuensi negatif maka kecenderungan pengamat akan berkurang perhatiannya. Hal ini ditegaskan oleh Bandura (1986) bahwa apabila pengamat melihat perilaku yang menghasilkan hukuman maka kecil kemungkinannya perilaku tersebut ditiru dibandingkan dengan jika mereka melihat perilaku yang mendapatkan penghargaan. Karena itu sebaiknya para murid sebaiknya diajarkan mengenai larangan yang harus dipatuhi dengan cara menunjukkan konsekuensi negatif apabila larangan itu dilanggar. Penting untuk diperhatikan apabila ada tindakan terlarang dilanggar sebaiknya tidak dibiarkan tanpa konsekuensi hukuman karena hal ini akan menimbulkan disinhibitor yang akan ditirunya dengan melakukan tindakan pelanggaran tersebut oleh siswa lain. Contohnya siswa yang melihat siswa lain dihukum akibat datang terlambat maka ia tidak akan mengikuti siswa yang terlambat tersebut.
4.        Vicarious motivation
Dalam pengamtan terhadap model, pengamat tidak hanya mendapat dari informasi yang diamati tetapi juga dapat memotivasi mereka jika konsekuensi perilaku tersebut memiliki nilai khusus yang berharga bagi pengamat. Jadi suatu perilaku model yang diamati dan menghasilkan nilai yang berharga maka pengamat akan termotivasi untuk meniru perilaku tersebut. Contoh siswa di dalam kelas memperhatikan siswa lain yang melakukan usaha belajar keras yang terus menerus dan akhirnya mendapatkan hasil prestasi yang baik, maka akan memotivasi pada diri pengamat akan manfaat dari sebuah ketekunan dalam belajar.
5.        Vicarious emotion
Banyak emosi yang didapat melalui pengamatan terhadap model. Pengamat dapat terangsang dan kemudian mengkomunikasikan perasaan tersebut melalui suara, posisi tubuh/kinestetik, ekspresi raut wajah sebagai perilaku tambahan dari apa yang mereka katakana. Hal ini merupakan pengalaman langsung dari pengamatan sehingga menimbulkan emosi yang sama seperti yang ditunjukkan oleh model.

F.       Teori Belajar yang Melandasi Pembelajaran Observasional
Teori belajar yang melandsi pembelajaran observasional adalah teori belajar sosial dari Albert Bandura. Teori belajar sosial merupakan perluasan teori belajar perilaku yang tradisional. Teori ini dikembankan oleh Albert Bandura (1969). Teori ini menerima sebagian besar prinsip teori belajar perilaku tetapi memberikan lebih banyak penekanan pada efek-efek isyarat pada perilaku dan proses mental internal. Sehingga dalam teori belajar sosial kita akan menggunakan penjelasan reinforcement eksternal dan penjelasan kognitif internal untuk memahami bagaimana kita belajar dari orang lain. Menurut teori ini, melalui orservasi tentang dunia sosial kita dan melalui interpretasi kognitif dari dunia itu, banyak sekali informasi dan penampilan keahlian kompleks yang dapat dipelajari.
Menurut Bandura (dalam Dahar, 2011) dalam pandangan belajar sosial, manusia tidak didorong oleh kekuatan-kekuatan dari dalam dan juga tidak dipukul oleh stimulus-stimulus lingkungan. Namun fungsi psikologis diterangkan sebagai interaksi yang kontinu dan timbal balik dari determinan pribadi dan determinan lingkungan.
Teori belajar sosial menekankan bahwa lingkungan-lingkungan yang dihadapkan pada seseorang tidak random namun lingkungan itu kerap kali dipilih dan diubah oleh orang itu melalui perilakunya. Suatu perspektif belajar sosial menganalisis suatu hubungan kontinu antara variabel-variabel lingkungan, ciri-ciri pribadi, dan perilaku terbuka dan tertutup seseorang. Perspektif ini menyediakan interpretasi-interpretasi bagaimana kita mengatur perilaku kita sendiri.  

G.      Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Observasional
1.        Kelebihan Pembelajaran Observasional
a.         Mereduksi dan mengeliminasi hambatan, misalnya seseorang yang takut ular, melihat orang lain dengan mudah memegang dan menyentuh ular kemudian si pengamat berpikir bahwa ular bukan hewan yang terlalu menakutkan sehingga kemudian ia akan berani memegang ular.
b.        Dapat membantu orang, terutama anak-anak dalam memperoleh tanggapan atau keahlian baru hanya dengan mengamati perilaku orang lain
c.         Pembelajaran observasional memunculkan adanya variasi dalam belajar, dimana pembelajaran dapat berlangsung dengan interaksi kita dengan lingkungan.
d.        Pembelajaran observasional merangsang kreativitas pengamat dalam mengadopsi kombinasi berbagai karakteristik atau gaya yang diperlihatkan oleh model
e.         Menghambat dan memfasilitasi respons, jika melihat orang lain menerima hukuman jika ia berkelahi maka akan mencegah pengamat melakukan hal yang sama, di sisi lain pada saat pengamat melakukan proses pengamatan memungkinkan pengamat melakukan respons yang sama dengan model.
2.        Kekurangan Pembelajaran Observasional
a.         Teknik pemodelan pembelajaran observasional adalah mengenai peniruan tingkah laku dan adakalanya cara peniruan tersebut memerlukan pengulangan dalam mendalami sesuatu yang ditiru.
b.        Jika manusia belajar atau membentuk tingkah lakunya dengan hanya melalui peniruan, sudah pasti terdapat sebagian individu yang menggunakan teknik peniruan ini juga akan meniru tingkah laku yang tidak diinginkan, termasuk perlakuan yang tidak diterima dalam masyarakat.




















BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Observational learning adalah belajar dengan mengamati. Dimana dalam mengamati model tertentu terjadi proses kognitif dalam orang ini kemudian akan membentuk perubahan perilaku dan kepribadian orang tersebut.
Perilaku peniruan manusia terjadi karena manusia merasa telah memperoleh tambahan ketika kita meniru orang lain. Sebagian besar tingkah laku manusia dipelajari melalui peniruan maupun penyajian. Macam-macam peniruan diantaranya: peniruan langsung, peniruan tidak langsung, peniruan gabungan, peniruan sesaat/seketika dan peniruan berkelanjutan.
Proses berlangsungnya observation learning terjadi dalam dua tahap yaitu proses akuisisi dan proses performance. Dalam belajar observasional terdapat suatu konsep penting yaitu pengaturan diri sendiri (self regulation). Bandura berhipotesis bahwa manusia mengamati perilakunya sendiri, mempertimbangkan perilaku itu terhadap kriteria yang disusunnya sendiri, kemudian memberi reinforcement atau hukuman pada dirinya sendiri. Teori belajar yang melandasi pembelajaran observasional adalah teori belajar sosial dari Albert Bandura yang mengatakan bahwa faktor kognitif, perilaku dan lingkungan memainkan peranan penting dalam pembelajaran.
Kelebihan Pembelajaran Observasional
a.         Dapat membantu orang memperoleh tanggapan baru
b.        Memunculkan adanya variasi dalam belajar
c.         Merangsang kreativitas pengamat
Kekurangan Pembelajaran Observasional
c.         Memerlukan pengulangan dalam mendalami sesuatu yang ditiru.
d.        Pengamat juga akan meniru tingkah laku yang tidak diinginkan



B.       Saran
Kepada pada pendidik yang ingin menerapkan pembelajaran observasional agar memperhatikan orang atau sesuatu yang dijadikan model agar lebih menonjolkan hal-hal yang positif dan semampunya mengurangi hal-hal yang negatif sehingga perilaku yang tidak diinginkan tidak kemudian ditiru oleh pengamat.
























DAFTAR PUSTAKA
Dahar, R.W. 2011. Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:Erlangga

Ruthirda.2012.Theory of Learning (Albert Bandura). file:///C:/Users/user/Downloads/observational%20lerning/_%20%20Theory%20of%20Learning%20(Albert%20Bandura).html. Diakses Selasa, 25 Maret 2014 pukul 08.31 AM.

 Uno,H.B. 2005. Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara






BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Belajar merupakan suatu proses yang kompleks yang salah satunya ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku, bersifat relatif permanen, dan prosesnya ditandai dengan adanya interaksi dengan lingkungan sekitar antara pebelajar baik lingkungan alam maupun lingkungan sosial budayanya. Berkaitan dengan hasil dari belajar yang dialami salah satu teori belajar yang sering diterapkan dalam dunia pendidikan yakni teori belajar behavioristik.
Pengetahuan mengalami perkembangan dari waktu ke waktu, begitupun halnya dengan pendidikan. Manusia memperoleh pengetahuan dari berbagai sumber antara lain pengalaman pribadi, pendapat ahli, tradisi, intuisi, penalaran, dan keyakinannya. Dari penjelasan ini pengetahuan merupakan segala sesuatu yang ditangkap oleh manusia mengenai obyek sebagai hasil dari proses mengetahui baik melalui indera maupun melalui akal.
Perkembangan pengetahuan sejalan dengan perkembangan berbagai teori belajar, karena pengetahuan salah satunya diperoleh melalui belajar sehingga tidak mustahil jika bermunculan teori-teori belajar antara lain teori belajar kognitivisme, humanistik, behaviorisme, dan lain-lain yang memiliki kelemahan dan kelebihan masing-masing.
Mencermati berbagai teori-teori belajar dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Salah satu teori belajar yang adalah teori belajar sosial (social learning theory) dari Albert Bandura (1986) yang menjelaskan hubungan timbal balik yang saling berkesinambungan antara kognitif, perilaku, dan lingkungan. Berdasarkan teori ini, kondisi lingkungan sekitar kita sangat berpengaruh terhadap perilaku kita. Lingkungan kiranya memberikan posisi yang besar dalam kehidupan sosial kita sehari-hari. Lingkungan dapat pula membentuk kepribadian kita.
Teori belajar sosial ini akhirnya melatarbelakangi pembelajaran observasional (observational learning) yang intinya adalah bahwa sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara selektif dan mengingat tingkah laku orang lain. Inti dari teori pembelajaran ini adalah pemodelan (modelling), dan permodelan ini merupakan salah satu langkah paling penting dalam pembelajaran terpadu.

B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, kami mengambil beberapa rumusan masalah diantaranya:
1.        Bagaimana pengertian pembelajaran observasional (observational learning)?
2.        Bagaimana konsep teori peniruan dalam pembelajaran observasional?
3.        Bagaimana proses pembelajaran observasional?
4.        Bagaimana konsep pengaturan diri (Self Regulation) dalam pembelajaran observasional?
5.        Bagaimana belajar vicarious dalam pembelajaran observasional?
6.        Bagaimana teori belajar yang melandasi pembelajaran observasional?
7.        Bagaimana kelebihan dan kekurangan pembelajaran observasional?

C.      Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, kami mengambil beberapa tujuan penulisan diantaranya:
1.        Untuk mengetahui pengertian pembelajaran observasional (observational learning).
2.        Untuk mengetahui konsep teori peniruan dalam pembelajaran observasional.
3.        Untuk mengetahui proses pembelajaran observasional.
4.        Untuk mengetahui konsep pengaturan diri (Self Regulation) dalam pembelajaran observasional.
5.        Untuk mengetahui belajar vicarious dalam pembelajaran observasional.
6.        Untuk mengetahui teori belajar yang melandasi pembelajaran observasional.
7.        Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan pembelajaran observasional.



D.      Manfaat Penulisan
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, beberapa manfaat dari penulisan makalah ini diantaranya adalah:
1.        Sebagai bahan bacaan baik mahasiswa, guru, maupun orang lain yang peduli terhadap dinamika permasalahan kehidupan khusunya pengembangan pendidikan dalam pembelajaran.
2.        Sebagai bahan rujukan bagi calon peneliti untuk memilih dan membuat skenario pembelajaran yang cocok dilakukan pada saat di kelas.
3.        Sebagai referensi baik mahasiswa, guru, maupun orang lain untuk memperkaya khasanah pengetahuannya.




















BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pembelajaran Observasional
Menurut Uno (2005) istilah Observational Learning (pembelajaran observasional) kadang disinonimkan dengan learning trough imitation (belajar dengan peniruan). Imitasi adalah peniruan perilaku yakni meniru perilaku seseorang dimana perilaku yang ditiru tersebut merupakan suatu pola tertentu. Tokoh utama teori ini adalah Albert Bandura yang memandang tingkah laku manusia bukan semata-mata refleks otomatis dari stimulus melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif manusia itu sendiri.
Sedangkan menurut woolfolk (dalam Uno, 2005) observational learning adalah belajar dengan mengamati dan meniru orang lain (learning by observation and imitation of others). Dimana seseorang akan mengamati kemudian meniru perilaku orang lain yang dianggapnya baik (model) yang akhirnya akan membentuk perubahan perilaku dan kepribadian orang tersebut.
Belajar observasional mungkin menggunakan imitasi atau mungkin juga tidak. Misalnya pada saat mengendarai mobil di jalan Anda mungkin melihat mobil di depan Anda menabrak tiang, dan berdasarkan observasi ini Anda mungkin akan berbelok untuk menghindarinya agar tidak ikut menabrak. Apa yang Anda pelajari, menurut Bandura adalah informasi yang diproses secara kognitif dan Anda bertindak berdasarkan informasi ini demi kebaikan diri Anda. Jadi belajar observasional lebih kompleks dibandingkan imitasi sederhana yang hanya berupa menirukan tindakan orang lain.
B.       Konsep Teori Peniruan  dalam Pembelajaran Observasional
Ada dua pelaku utama dalam observational learning yakni pengamat (observer) dan orang yang ditiru (model). Model adalah apa saja yang menyampaikan informasi, seperti orang, film, televisi, pameran, gambar, dan instruksi. Belajar dengan mengamati perilaku model memainkan peranan penting sebagai karakteristik dari teori belajar kognitif sosial. Dalam proses ini seseorang mengalami proses belajar yang muncul sebagai fungsi dari pengamatan, penguasaan dan, dalam kasus proses belajar imitasi, peniruan perilaku orang lain. Jenis belajar ini banyak diasosiasikan dengan penelitian Albert Bandura.
Perilaku peniruan manusia terjadi karena manusia merasa telah memperoleh tambahan ketika kita meniru orang lain. Menurut Bandura, sebagian besar tingkah laku manusia dipelajari melalui peniruan maupun penyajian. Dalam hal ini orang tua dan guru memainkan peranan penting sebagai seorang model atau tokoh bagi anak-anak untuk menirukan tingkah lakunya.
1.        Dua puluh tahun berikutnya, Albert Bandura dan Richard Walters (1959, 1963) telah melakukan eksperimen pada anak–anak yang juga berkenaan dengan peniruan. Hasil eksperimen mereka mendapati, bahwa peniruan dapat berlaku hanya melalui pengamatan terhadap perilaku model (orang yang ditiru) meskipun pengamatan itu tidak dilakukan terus menerus. Proses belajar semacam ini disebut “observational learning” atau pembelajaran melalui pengamatan. Untuk menjadi model diperlukan konsekuensi yang dapat diterima oleh pengamat, hal ini menyangkut karakteristik atau atribut dari orang yang dijadikan model. Makin mirip karakteristik seorang model denga pengamatnya maka makin besar kemungkinan bahwa tindakannya akan memberikan hasil untuk ditiru dan dilakukan oleh pengamat. Akan tetapi apabila model memiliki status, kompetensi, dan kekuasaan lebih tinggi dari pengamat akan memberikan hasil peniruan yang kurang. Dalam hal ini bilai fungsional berdasarkan penampilan fisik dan kemampuan model akan menyebabkan pengamat meniru dan mencontoh dari perilaku sang model tersebut. Berikut disajikan beberapa kombinasi dari status model dan konsekuensi seorang model terhadap peniruan.

Status Model
Konsekuensi
Kemungkinan untuk Ditiru
Lebih tinggi dari pengamat
Tidak teramati
Cukup tinggi
Sama dengan pengamat
Positif
Cukup tinggi
Sama dengan pengamat
Negatif
Peniruan segera berhenti
Lebih rendah dari pengamat
Apapun
Hanya sedikit pengaruhnya

Adapun jenis–jenis peniruan diantaranya:
1.        Peniruan Langsung
Peniruan langsung dikembangkan berdasarkan teori pembelajaran sosial Albert Bandura. Ciri khas pembelajaran ini adalah adanya modeling, yaitu suatu fase dimana seseorang memodelkan atau mencontohkan sesuatu melalui demonstrasi bagaimana suatu ketrampilan itu dilakukan. Meniru tingkah laku yang ditunjukkan oleh model melalui proses perhatian. Contoh: Meniru gaya penyanyi yang disukai
2.        Peniruan Tak Langsung
Peniruan Tak Langsung adalah melalui imaginasi atau perhatian secara tidak langsung. Contoh: Meniru watak yang dibaca dalam buku, memperhatikan seorang guru mengajarkan rekannya.
3.        Peniruan Gabungan
Peniruan jenis ini adalah dengan cara menggabungkan tingkah laku yang berlainan yaitu peniruan langsung dan tidak langsung. Contoh: Pelajar meniru gaya gurunya melukis dan cara mewarnai dari buku yang dibacanya.
4.        Peniruan Sesaat / seketika.
Tingkah laku yang ditiru hanya sesuai untuk situasi tertentu saja. Contoh: Meniru Gaya Pakaian di TV, tetapi tidak boleh dipakai di sekolah.
5.        Peniruan Berkelanjutan
Tingkah laku yang ditiru boleh ditonjolkan dalam situasi apapun. Contoh : Pelajar meniru gaya bahasa gurunya.
Menurut Bandura (1986) ada lima hal yang dapat dipelajari seseorang sebagai pengamatan terhadap model, yaitu sebagai berikut:
1.        Pengamat dapat mempelajari keterampilan kognitif, afektif, dan psikomotor yang baru dengan cara memperhatikan (attention) bagaimana orang tersebut melakukan hal tersebut. Misalnya seorang anak yang memperhatikan gurunya dalam menyelesaikan soal mencari kemolaran suatu larutan NaCl sebanyak 2 mol dalam 500 ml larutan, seorang anak memperhatikan gurunya pada saat menggerak-gerakkan Erlenmeyer pada titrasi larutan
2.        Pengamatan terhadap model dapat menguatkan atau melemahkan berbagai halangan untuk pengamat melakukan perilaku yang sama. Dengan kata lain, pengamat belajar apa yang boleh dan tidak boleh ia lakukan. Jika ia memperhatikan seorang model melakukan sesuatu perilaku, pengamat dapat menentukan:
a.         Apakah ia memilih kemampuan untuk melakukan perilaku tersebut
b.         Apakah model tersebut mendapat hadiah (reward) atau sanksi stetelah memperagakan hal tersebut, atau
c.         Apakah pengamat akan mengalami konsekuensi yang sama apabila ia memperagakan perilaku yang sama
Jika seseorang pengamat menentukan untuk tidak memperagakan suatu perilaku setelah melihat seseorang model menderita konsekuensi negatif setelah melakukan hal yang sama maka dampak peniruan yang seperti ini disebut pencegahan (inhibitor). Akan tetapi dapat saja terjadi bahwa pengamat yang sama menjadi lebih berani melakukan hal di atas setelah ia melihat model yang sama melakukan hal itu tanpa mengalami konsekuensi yang tidak menyenangkan. Contohnya pada saat ujian siswa menuliskan rumus senyawa asam sulfat dengan cara H2SO4 kemudian disalahkan oleh gurunya kemudian ia melihat temannya menulis asam sulfat dengan cara H2SO4 maka kemudian siswa pertama akan menuliskan asam sulfat seperti temannya yang kedua jika pada saat ujian ada soal yang serupa.
3.        Para model dapat pula bertindak sebagai penganjur umum (social prompts) atau pendorong bagi para pengamat. Dengan perkataan lain para pengamat dapat belajar apa keuntungan dari melakukan suatu perbuatan. Ini terutama untuk perbuatan-perbuatan yang bermanfaat. Contohnya ketua OSIS menganjurkan agar siswa tidak membudayakan lagi senior yang mem-bully juniornya, maka kemungkinan siswa lain akan mencontoh perilakunya.
4.        Dengan memperhatikan model, pengamat dapat belajar bagaimana memanfaatkan lingkungan sekitar serta benda-benda yang ada di dalamnya. Contohnya siswa yang ingin mempelajari rantai hidrokarbon, siswa mungkin tidak terpikir untuk membuat rantai hidrokarbon dengan menggunakan batang bambu dan biji-bijian yang ada disekitarnya sebelum melihat orang lain melakukan hal yang sama.
5.        Melihat model mengekspresikan reaksi-reaksi emosional dapat membangkitkan rangsangan pengamat untuk mengekspresikan reaksi emosional yang sama. Contohnya pada saat guru mengajar dengan murung maka kemungkinan siswa yang melihat gurunya ini akan murung juga dan sebaliknya guru yang semangat dan ceria maka siswa yang diajar juga akan semangat dan ceria.

C.      Proses Pembelajaran Observasional
Adapun proses berlangsungnya observation learning terjadi dalam dua tahap (Bandura dalam Uno,2005) yaitu:
1.        Proses akuisisi yakni mendapatkan suatu perilaku, dan
2.        Proses performance yaitu dapat atau tidaknya menampilkan perilaku yang telah diamati
Proses akuisisi memiliki tiga komponen yang dapat digambarkan sebagai berikut:
Selective
attention
Coding
Retention
Model (input)
Step 1
Step 1
Step 1

Tahap-tahap tersebut sesuai dengan yang dipaparkan oleh Bell Gredler (1994) yang menyatakan bahwa individu belajar memperoleh tingkah laku baru dengan jalan mengamati model dan melakukan tindakan sendiri. Proses kognitif ini mengabstraksikan informasi dari berbagai tingkah laku hasil amatan kemudian disimpan dalam memori dan kemudian dapat ditampilkan dalam situasi yang lain.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses pembelajaran dengan pengamatan terhadap model, yaitu:
1.        Memberikan perhatian (Attention)
Sebagai pengamat orang tidak dapat belajar melalui observasi kecuali jika ia memperhatikan kegiatan-kegiatan yang diperagakan oleh model kemudian ia benar-benar memahaminya. Ini tergantung pada seberapa sederhana dan mencolok perilaku yang diperagakan itu. Perilaku yang lebih sederhana dan lebih mencolok akan lebih mudah diperhatikan daripada yang tidak jelas. Selain itu ini juga tergantung apakah si pengamat siap untuk memperhatikan perilaku-perilaku yang diperagakan itu, teritama ketika banyak hal lain yang seolah-olah berebut untuk mendapatkan perhatian si pengamat.
Proses memperhatikan model ini tergantung sebagian kepada relevansi perilaku tersebut di mata si pengamat. Misalnya saat seorang calon guru harus praktik mengajar. Sebelum praktik biasanya ia diajibkan memperhatikan saat guru kelas tempatnya berpraktik tersebut mengajar. Saat calon guru ini bertindak sebagai pengamat ia memperhatikan guru kelas yang bertindak sebagai model, mingkin ia akan memperhatikan perilaku yang kurang penting karena sepanjang saat yang sama ada banyak perilaku mengajar yang diperagakan oleh guru kelas tersebut. Akan tetapi mungkin memberi perhatian pada semua perilaku guru tersebut jauh lebih banyak daripada murid-murid yang diajar oleh sang guru karena mengganggap bahwa semua perilaku guru tersebut akan sangat relevan bagi kariernya sebagai seorang guru nantinya.
Dalam kelas, guru akan memperoleh perhatian dari para siswa jika guru menyajikan isyarat-isyarat yang jelas dan menarik (misalnya dengan berkata: “Nah perhatikan bagaimana Ibu menyatakan jumlah atom pada saat sebelum dan setelah reaksi berlangsung”). Perhatian siswa juga akan diperoleh dengan menggunakan hal-hal yang baru, aneh, atau tidak terduga dan dengan memotivasi siswa agar menaruh perhatian (misalnya dengan berkata, “Dengarkan dan perhatikan baik-baik karena ini akan muncul dalam ujian pekan depan”)
Proses memberi perhatian juga tergantung pada kegiatan apa dan siapa modelnya yang bersedia untuk diamati. Sebagai contoh seseorang akan lebih memperhatikan dan meniru tindakan kasar dan agresif jika selalu dikelilingi oleh tindakan yang demikian daripada jika sifat agresif jarang dijimpai dalam lingkungannya. Doronthy Law Nolte dalam Rahmat (1998) mengatakan bahwa jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki, jika ia dibesarkan dengan permusuhan, maka ia belajar berkelahi.
Perilaku yang diamati tersebut harus menghasilkan dampak yang dapat ditangkap oleh panca indera. Tindakan-tindakan yang tidak memiliki nilai yang bermanfaat (functional value), yang tidak menimbulkan hasil yang nyata atau berguna untuk berurusan  dengan lingkungan sekitar, biasanya akan diabaikan. Umumnya orang hanya memberi sedikit sekali perhatian terhadap apa yang dilihatnya setiap hari terutama jika mereka berpendapat bahwa hal-hal tersebut tidak memiliki manfaat yang nyata.
Penerapan teori kognitif sosial dalam proses pembelajaran di sekolah untuk mendapatkan perhatian siswa pada proses pembelajaran dari model para guru sebaiknya mengusahakan beberapa hal berikut:
a.         Menekankan bagian-bagian penting dari perilaku yang akan dipelajari untuk memusatkan perhatian siswa
b.        Membagi kegiatan yang besar menjadi bagian-bagian yang lebih kecil
c.         Memperjelas keterampilan-keterampilan yang menjadi komponen suatu perilaku
d.        Memberi kesempatan kepada siswa untuk mempraktikkan hasil pengamatan mereka begitu mereka selesai suatu topik
2.        Model yang menarik (Attractive Model)
Seperti yang biasa kita tahu bahwa iklan di televisi maupun di media di desain sehingga dapat menarik perhatian. Televisi maupun film merupakan salah satu sarana untuk menarik perhatian (attention getting device) yang sangat efektif untuk tujuan modeling perilaku.
Sebagai contoh untuk membantu mengurangi atau mencegah perkelahian anatar siswa mungkin dapat dilakukan pada iklan layanan masyarakat di televisi yang dibintangi oleh tokoh-tokoh yang disukai para remaja. Tokoh tersebut berusaha menganjurkan agar para siswa tidak berkelahi.
3.        Menyimpan dalam ingatan (Retention)
Belajar observasional terjadi berdasarkan kontiguitas. Dua kejadian contiguous yang diperlukan adalah perhatian pada penampilan model dan penyajian simbolik dalam penampilan itu dalam memori jangka panjang. Bandura mengemukakan bahwa peranan kata-kata, nama-nama, atau bayangan yang kuat yang dikaitkan dengan kegiatan yang dimodelkan dalam mempelajari dan mengingat perilaku sangatlah penting.
Setelah perilaku diamati, pengamat harus dapat mengingat apa yang telah dilihatnya. Hal ini bisa dilakukan dengan cara memberi kode dari informasi yang telah didapatkannya menjadi bentuk gambar mental (mental picture) atau menjadi simbol-simbol verbal yang kemudian disimpan dalam ingatannya. Akan sangat membantu apabila kegiatan yang akan ditiru segera diulang atau dipraktikkan setelah pengamatan selesai. Dalam mempraktikkan perilaku dapat dilakukan secara fisik tetapi dapat juga dilakukan secara kognitif yaitu dengan membayangkan atau memvisualisasikan perilaku tersebut dalam pikirannya.
4.        Produksi (Production)
Dalam fase ini, bayangan atau kode-kode simbolik verbal dalam memori membimbing penampilan yang sebenarnya dari perilaku yang baru diperoleh. Fase produksi mengizinkan model atau instruktur melihat apakah komponen suatu urutan perilaku telah dikuasai oleh yang belajar atau ada kalanya hanya sebagian dari suatu urutan perilaku yang diberi kode yang benar dimiliki. Sehingga kekurangan penampilan hanya dapat diketahui apabila siswa-siswa diminta untuk menampilkan, itulah mengapa fase produksi diperlukan.
Adanya umpan balik yang bersifat memeperbaiki untuk membentuk perilaku yang diinginkan sangatlah penting. Umpan balik ini dapat berupa penguatan (reinforcement) maupun hukuman (punishment). Umpan balik ini bukan hanya dapat ditujukan pada aspek-aspek yang benar dalam penampilan tetapi yang lebih penting ialah ditujukan pada aspek-aspek yang salah pada penampilan sehingga dapat memberitahu siswa tentang respons yang tidak tepat sebelum berkembang menjadi kebiasaan yang tidak diinginkan. Umpan balik seperti ini jangan dianggap sebagai hukuman sehingga umpan balik yang sedini mungkin dalam fase reproduksi merupakan variabel penting dalam perkembangan penampilan keterampilan pada yang diajarkan.
5.        Motivasi (Motivation)
Pembelajaran melalui pengamatan menjadi efektif apabila pengamat memiliki motivasi yang tinggi untuk dapat melakukan tingkah laku modelnya. Pemerhatian mungkin memudahkan orang lain untuk menguasai tingkah laku tertentu, namun jika motivasi untuk itu tidak ada maka proses perubahan tingkah laku tidak ada.

D.      Konsep Pengaturan Diri Sendiri (Self Regulation) dalam Pembelajaran Observasional
Dalam belajar observasional terdapat suatu konsep penting yaitu pengaturan diri sendiri (self regulation). Bandura berhipotesis bahwa manusia mengamati perilakunya sendiri, mempertimbangkan perilaku itu terhadap kriteria yang disusunnya sendiri, kemudian memberi reinforcement atau hukuman pada dirinya sendiri. Seorang siswa mungkin sudah sangat gembira bila mendapatkan nilai 90 dari suatu tes namun siswa lain mungkin masih merasa kecewa.
Respon-respon kognitif kita terhadap perilaku diri kita sendiri mengizinkan kita untuk mengatur diri kita sendiri. Dengan mengamati, kita mengumpulkan data-data tentang respons-respons kita. Melalui standar-standar penampilan yang telah diinternalisasi yang kerap kali dipelajari melalui observasi, kita pertimbangkan perilaku kita. Dengan memberi hadiah atau hukuman kita dapat mengendalikan perilaku diri kita sendiri secara efektif, kita tidak perlu dikendalikan oleh kekuatan lingkungan atau keinginan yang datang dari dalam. Kita dapat belajar menjadi manusia sosial yang berkepribadian sehingga kita dapat menjadi guru maupun siswa yang lebih baik.
Berdasarkan perspektif teori kognitif sosial, kebanyakan perilaku individu dikendalikan oleh pemantapan yang diberikan pada dirinya sendiri (self imposed reinforcement). Reaksi diri terhadap keberhasilan atau kegagalan mencapai standar yang ditetapkan disebut sebagai pengaturan diri (self regulation). Hal ini ditegaskan oleh Bandura (1996) proses pengaturan diri terhadap perilaku terbagi atas tiga komponen proses yaitu:
1.        Observasi diri (self observation)
2.        Penilaian (judgmental), dan
3.        Reaksi diri (self response)

E.       Belajar Vicarious dalam Pembelajaran Observasional
Sebagian besar belajar observasional termotivasi oleh harapan bahwa meniru model akan menuju pada reinforcement. Akan tetapi ada orang yang belajar dengan melihat orang diberi reinforcement atau dihukum waktu terlibat dalam perilaku-perilaku tertentu. Inilah yang disebut “Vicarious” yakni pembelajaran yang berlangsung melalui pengamatan yang dapat terjadi melalui kondisi yang dialami orang lain.
Guru-guru dalam kelas selalu menggunakan prinsip belajar vicarious. Bila seorang siswa berkelakuan baik atau melakukan pekerjaan dengan baik maka guru akan memuji anak tersebut sehingga anak yang tidak mengerjakan pekerjaan mereka dengan baik akan kembali bekerja dengan baik karena melihat teman mereka memperoleh reinforcement berupa pujian ketika mereka melakukan pekerjaan yang baik.
Seperti yang telah dikatakan bahwa pengamatan terhadap perilaku yang diperagakan oleh model akan mendorong pengamat akan meniru perilaku tersebut. Pilihan untuk meniru suatu perilaku yang diperagakan oleh model sering tergantung pada apakah pengamat melihat sang model mendapat reinforcement berupa reward, punishment, motivation, emotion setelah memperagakan suatu model.
2.        Vicarious reinforcement (reward)
Hasil riset menunjukkan bahwa dampak pemodelan yang mendapat penguatan berupa reward ternyata lebih efektif daripada sekedar modeling saja tanpa suatu penghargaan apapun. Efek dari vicarious reinforcement ini sangat memainkan peranan penting pada situasi-situasi dimana cukup sulit untuk menilai kualitas dari suatu perilaku. Contohnya siswa melihat temannya dipuji saat berpakaian rapi, maka karena ingin dipuji juga maka siswa tersebut mengikuti siswa yang berpakaian rapi juga.
3.        Vicarious punishment
Apabila para model melakukan tindakan yang berkonsekuensi negatif maka kecenderungan pengamat akan berkurang perhatiannya. Hal ini ditegaskan oleh Bandura (1986) bahwa apabila pengamat melihat perilaku yang menghasilkan hukuman maka kecil kemungkinannya perilaku tersebut ditiru dibandingkan dengan jika mereka melihat perilaku yang mendapatkan penghargaan. Karena itu sebaiknya para murid sebaiknya diajarkan mengenai larangan yang harus dipatuhi dengan cara menunjukkan konsekuensi negatif apabila larangan itu dilanggar. Penting untuk diperhatikan apabila ada tindakan terlarang dilanggar sebaiknya tidak dibiarkan tanpa konsekuensi hukuman karena hal ini akan menimbulkan disinhibitor yang akan ditirunya dengan melakukan tindakan pelanggaran tersebut oleh siswa lain. Contohnya siswa yang melihat siswa lain dihukum akibat datang terlambat maka ia tidak akan mengikuti siswa yang terlambat tersebut.
4.        Vicarious motivation
Dalam pengamtan terhadap model, pengamat tidak hanya mendapat dari informasi yang diamati tetapi juga dapat memotivasi mereka jika konsekuensi perilaku tersebut memiliki nilai khusus yang berharga bagi pengamat. Jadi suatu perilaku model yang diamati dan menghasilkan nilai yang berharga maka pengamat akan termotivasi untuk meniru perilaku tersebut. Contoh siswa di dalam kelas memperhatikan siswa lain yang melakukan usaha belajar keras yang terus menerus dan akhirnya mendapatkan hasil prestasi yang baik, maka akan memotivasi pada diri pengamat akan manfaat dari sebuah ketekunan dalam belajar.
5.        Vicarious emotion
Banyak emosi yang didapat melalui pengamatan terhadap model. Pengamat dapat terangsang dan kemudian mengkomunikasikan perasaan tersebut melalui suara, posisi tubuh/kinestetik, ekspresi raut wajah sebagai perilaku tambahan dari apa yang mereka katakana. Hal ini merupakan pengalaman langsung dari pengamatan sehingga menimbulkan emosi yang sama seperti yang ditunjukkan oleh model.

F.       Teori Belajar yang Melandasi Pembelajaran Observasional
Teori belajar yang melandsi pembelajaran observasional adalah teori belajar sosial dari Albert Bandura. Teori belajar sosial merupakan perluasan teori belajar perilaku yang tradisional. Teori ini dikembankan oleh Albert Bandura (1969). Teori ini menerima sebagian besar prinsip teori belajar perilaku tetapi memberikan lebih banyak penekanan pada efek-efek isyarat pada perilaku dan proses mental internal. Sehingga dalam teori belajar sosial kita akan menggunakan penjelasan reinforcement eksternal dan penjelasan kognitif internal untuk memahami bagaimana kita belajar dari orang lain. Menurut teori ini, melalui orservasi tentang dunia sosial kita dan melalui interpretasi kognitif dari dunia itu, banyak sekali informasi dan penampilan keahlian kompleks yang dapat dipelajari.
Menurut Bandura (dalam Dahar, 2011) dalam pandangan belajar sosial, manusia tidak didorong oleh kekuatan-kekuatan dari dalam dan juga tidak dipukul oleh stimulus-stimulus lingkungan. Namun fungsi psikologis diterangkan sebagai interaksi yang kontinu dan timbal balik dari determinan pribadi dan determinan lingkungan.
Teori belajar sosial menekankan bahwa lingkungan-lingkungan yang dihadapkan pada seseorang tidak random namun lingkungan itu kerap kali dipilih dan diubah oleh orang itu melalui perilakunya. Suatu perspektif belajar sosial menganalisis suatu hubungan kontinu antara variabel-variabel lingkungan, ciri-ciri pribadi, dan perilaku terbuka dan tertutup seseorang. Perspektif ini menyediakan interpretasi-interpretasi bagaimana kita mengatur perilaku kita sendiri.  

G.      Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Observasional
1.        Kelebihan Pembelajaran Observasional
a.         Mereduksi dan mengeliminasi hambatan, misalnya seseorang yang takut ular, melihat orang lain dengan mudah memegang dan menyentuh ular kemudian si pengamat berpikir bahwa ular bukan hewan yang terlalu menakutkan sehingga kemudian ia akan berani memegang ular.
b.        Dapat membantu orang, terutama anak-anak dalam memperoleh tanggapan atau keahlian baru hanya dengan mengamati perilaku orang lain
c.         Pembelajaran observasional memunculkan adanya variasi dalam belajar, dimana pembelajaran dapat berlangsung dengan interaksi kita dengan lingkungan.
d.        Pembelajaran observasional merangsang kreativitas pengamat dalam mengadopsi kombinasi berbagai karakteristik atau gaya yang diperlihatkan oleh model
e.         Menghambat dan memfasilitasi respons, jika melihat orang lain menerima hukuman jika ia berkelahi maka akan mencegah pengamat melakukan hal yang sama, di sisi lain pada saat pengamat melakukan proses pengamatan memungkinkan pengamat melakukan respons yang sama dengan model.
2.        Kekurangan Pembelajaran Observasional
a.         Teknik pemodelan pembelajaran observasional adalah mengenai peniruan tingkah laku dan adakalanya cara peniruan tersebut memerlukan pengulangan dalam mendalami sesuatu yang ditiru.
b.        Jika manusia belajar atau membentuk tingkah lakunya dengan hanya melalui peniruan, sudah pasti terdapat sebagian individu yang menggunakan teknik peniruan ini juga akan meniru tingkah laku yang tidak diinginkan, termasuk perlakuan yang tidak diterima dalam masyarakat.




















BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Observational learning adalah belajar dengan mengamati. Dimana dalam mengamati model tertentu terjadi proses kognitif dalam orang ini kemudian akan membentuk perubahan perilaku dan kepribadian orang tersebut.
Perilaku peniruan manusia terjadi karena manusia merasa telah memperoleh tambahan ketika kita meniru orang lain. Sebagian besar tingkah laku manusia dipelajari melalui peniruan maupun penyajian. Macam-macam peniruan diantaranya: peniruan langsung, peniruan tidak langsung, peniruan gabungan, peniruan sesaat/seketika dan peniruan berkelanjutan.
Proses berlangsungnya observation learning terjadi dalam dua tahap yaitu proses akuisisi dan proses performance. Dalam belajar observasional terdapat suatu konsep penting yaitu pengaturan diri sendiri (self regulation). Bandura berhipotesis bahwa manusia mengamati perilakunya sendiri, mempertimbangkan perilaku itu terhadap kriteria yang disusunnya sendiri, kemudian memberi reinforcement atau hukuman pada dirinya sendiri. Teori belajar yang melandasi pembelajaran observasional adalah teori belajar sosial dari Albert Bandura yang mengatakan bahwa faktor kognitif, perilaku dan lingkungan memainkan peranan penting dalam pembelajaran.
Kelebihan Pembelajaran Observasional
a.         Dapat membantu orang memperoleh tanggapan baru
b.        Memunculkan adanya variasi dalam belajar
c.         Merangsang kreativitas pengamat
Kekurangan Pembelajaran Observasional
c.         Memerlukan pengulangan dalam mendalami sesuatu yang ditiru.
d.        Pengamat juga akan meniru tingkah laku yang tidak diinginkan



B.       Saran
Kepada pada pendidik yang ingin menerapkan pembelajaran observasional agar memperhatikan orang atau sesuatu yang dijadikan model agar lebih menonjolkan hal-hal yang positif dan semampunya mengurangi hal-hal yang negatif sehingga perilaku yang tidak diinginkan tidak kemudian ditiru oleh pengamat.
























DAFTAR PUSTAKA
Dahar, R.W. 2011. Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:Erlangga

Ruthirda.2012.Theory of Learning (Albert Bandura). file:///C:/Users/user/Downloads/observational%20lerning/_%20%20Theory%20of%20Learning%20(Albert%20Bandura).html. Diakses Selasa, 25 Maret 2014 pukul 08.31 AM.

 Uno,H.B. 2005. Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara